Sabtu, 24 September 2016

TEKTONIK LEMPENG

BATAS LEMPENG DUNIA
Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50–100 mm/a

Teori Tektonik Lempeng berawal dari pengamatan Alfred Wegner pada tahun 1915 yang menjelaskan bahwa adanya kesimetrisan bentuk antara pantai timur Amerika Selatan dengan pantai barat Afrika yang kalau didekatkan melekat menjadi satu kesatuan benua besar. Dari pengamatan tersebut lahirlah Continental Drift Theory yang menyatakan bahwa sekitar 250 juta tahun yang lalu benua-benua ini pernah menjadi dua benua besar yang disebut Pangea dan Gondwana. Kemudian kedua benua tersebut seiring dengan waktu pecah menjadi benua-benua kecil dan bergerak ke posisi seperti yang ada sekarang dan akan terus bergerak secara dinamis. Teori tektonik mengasumsikan bahwa interior bumi kita tersusun dari media yang berlapis-lapis. Teori ini juga mengasumsikan bahwa kerak bumi yang bersifat padat dan rigid seolah-olah mengapung diatas lapisan mantel bumi yang terdiri dari fluida kental. Dengan demikian kerak bumi akan berada pada keadaan tidak stabil.
Menurut teori tektonik lempeng, kerak bumi terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian disebut Lempeng. Terdapat tujuh lempeng besar, yaitu : Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Amerika Utara, Lempeng Amerika Selatan, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Afrika, dan Lempeng Antartika. Lempeng-lempeng tersebut bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda antara lempeng satu dengan lempeng yang lainnya. Pergerakan lempeng-lempeng tersebut disebabkan oleh adanya arus konveksi di dalam mantel bumi.


BATAS LEMPENG
Akibat pergerakan dinamis antar lempeng tektonik menyebabkan munculnya batas-batas antar lempeng. Batas-batas antar lempeng tektonik tersebut didefinisikan dalam tiga macam, yaitu :
1. Gerak Divergen, yaitu pergerakan dua buah lempeng tektonik atau lebih yang bergerak saling menjauh satu sama lainnya yang mengakibatkan material mantel naik ke atas atau terjadi pergerakan mantel membentuk lantai samudra. Pergerakan mantel ini terjadi karena adanya pendinginan dari atas dan pemanasan dari bawah sehingga mantel akan bergerak ke atas.
2. Gerak Konvergen, yaitu pergerakan lempeng tektonik yang bergerak saling mendekat. Pergerakan ini dapat menyebabkan salah satu lempeng menyusup di bawah lempeng yang lainnya, membentuk zona subduksi, atau menyebabkan lempeng-lempeng saling bertumbukan ke atas, membentuk zona tumbukan. Pada zona subduksi, pada kedalaman sekitar 150 – 200 kilometer, karena gesekan dan tekanan yang tinggi akan terjadi diferensiasi magma yang dapat naik ke permukaan bumi menjadi gunung api.

Zona konvergen dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Zona Tumbukan
Pada zona ini kedua lempeng bergerak saling mendekati sehingga pada batas-batas kedua lempeng cenderung melipat ke atas dan membentuk pegunungan lipatan.
b. Zona Subduksi
Pada zona ini subduksi ke dua lempeng yang bertumbukan (lempeng benua dan lempeng samudera). Lempeng yang lebih berat (lempeng samudera) akan menunjam di bawah lempeng yang lebih ringan (lempeng benua). Hasil aktifitas tektonik semacam ini berupa rangkaian gunung api.
3. Gerak Transform, yaitu pergerakan lempeng yang bergerak lateral satu sama lainnya atau bergerak saling bergesekan tanpa membentuk atau merusak lithosfer.


Dalam teorinya, Alfred Wegner tidak menjelaskan sebab pergerakan lempeng tersebut. Teori yang menerangkan sebab lempeng tektonik bergerak adalah teori yang diungkapkan oleh A.Holmes. Menurutnya, pergerakan tersebut disebabkan karena adanya arus konveksi di dalam bumi.
2.3 SESAR
Sesar adalah suatu rekahan pada batuan dimana bagian yang dipisahkan oleh rekahan itu bergerak satu terhadap lainnya. Jika kita melihat suatu sesar maka dua bagian yang harus dipahami yaitu Footwall serta Hangingwall. Adapun yang dimaksud dengan Footwall adalah bagian yang terletak di bawah bidang sesar, sedangkan bagian yang di atas sesar disebut Hangingwall.
Mekanisme gempa bumi umumnya diakibatkan oleh deformasi batuan yang terjadi di sepanjang sesar.

1. Perubahan (deformasi) blok sebelum terjadi gempa.
2. Deformasi blok setelah gempabumi terjadi. Akibat gempabumi bidang sesar yang berhadapan relatif bergeser sepanjang garis XY.
3. Mempunyai tingkat stress-strain (tekanan-regangan) yang sama dengan keadaan (1) dan merupakan keadaan yang sangat kritis untuk terjadi gempa.Sedangkan keadaan stress-strain setelah gempa terjadi sama dengan keadaan (2), selanjutnya blok atas akan terus menerus terpisah dari blok bawah sepanjang batas sesar yang melalui pengulangan gempa.

Berdasarkan gaya penyebabnya, sesar dapat dibagi menjadi :
1. Thrust fault yaitu sesar dimana hanging wall pada sesar bergerak relatif naik terhadap footwall.
2. Normal fault yaitu sesar dimana hanging wall pada sesar relative turun terhadap foot wall.
3. Stike slip fault yaitu sesar dengan arah gerakan relatif mendatar satu sama lainya. Sesar ini terbagi menjadi 2, yaitu:
• Right lateral yaitu gerak sesar mendatar yang searah dengan jarum jam.
• Left lateral yaitu gerak sesar mendatar yang berlawanan dengan arah jarum jam.
4. Oblique fault yaitu gerakan kombinasi antara sesar mendatar dengan sesar naik atau turun.


Gerakan bidang sesar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dip Slip, yaitu pergerakan sesar terjadi dalam arah sejajar dengan sudut kemiringan sesar.
2. Strike Slip, yaitu pergerakan sesar terjadi dalam arah sejajar dengan sudut strike.
3. Kombinasi dip slip dan stike slip (diagonal), yaitu merupakan sesar bergerak secara diagonal.

2.4 MEKANISME TERJADINYA GEMPA
Menurut teori tektonik lempeng, bagian luar bumi merupakan kulit yang tersusun oleh lempeng-lempeng tektonik yang saling bergerak. Di bagian atas disebut lapisan litosfir merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari material yang kaku. Lapisan ini mempunyai ketebalan sampai 80 km di daratan dan sekitar 15 km di bawah samudra. Lapisan di bawahnya disebut astenosfir yang berbentuk padat dan materinya dapat bergerak karena perbedaan tekanan.
Litosfir adalah suatu lapisan kulit bumi yang kaku, lapisan ini mengapung di atas astenosfir. Litosfir bukan merupakan satu kesatuan tetapi terpisah-pisah dalam beberapa lempeng yang masing-masing bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Pergerakan tersebut disebabkan oleh adanya arus konveksi yang terjadi di dalam bumi.
Bila dua buah lempeng bertumbukan maka pada daerah batas antara dua lempeng akan terjadi tegangan. Salah satu lempeng akan menyusup ke bawah lempeng yang lain, masuk ke bawah lapisan astenosfir. Pada umumnya lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua, hal ini disebabkan lempeng samudra mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan lempeng benua.
Apabila tegangan tersebut telah sedemikian besar sehingga melampaui kekuatan kulit bumi, maka akan terjadi patahan pada kulit bumi tersebut di daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi atau tegangan sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempabumi.


1. Pertemuan antara lempeng samudera dengan lempeng samudera.

Model Zona Batas Konvergen (Samudera - Samudera). Sumber: Handout Tektonik Lempeng, Salahuddin Husein (2012)
Model Zona Batas Konvergen (Samudera – Samudera)


Pada daerah konvergensi lempeng samudera-lempeng samudera, salah satu lempeng yang beratnya lebih tinggi dari lempeng lainnya akan tersubduksi ke arah mantel. Sehingga, pada daerah pertemuan tersebut akan terbentuk daerah kepulauan yang terdiri dari gunung-gunung laut. Pertemuan lempeng yang seperti ini biasanya terjadi di daerah laut dalam dengan kedalaman lebih dari 11000 meter, contohnya adalah rangkaian kepulauan yang dipenuhi gunung api sepanjang Mariana Trench di bagian barat Samudera Pasifik.
2. Pertemuan antara lempeng samudera dengan lempeng benua.
Karena densitas lempeng samudera lebih tinggi, lempeng samudera akan tersubduksi ke arah mantel dan menyebabkan terbentuknya gunung-gunung api aktif di daratan benua. Adapun terjadinya gunung-gunung aktif tersebut, adalah karena adanya pergesekan antara lempeng samudera dengan batuan-batuan di sekitarnya, dimana batuan akan leleh dan berubah fase menjadi cair (magma). Hal itu terjadi karena pergerakan lempeng samudera. Akibatnya, magma akan merambat ke permukaan melalui rekahan-rekahan, sehingga terbentuklah gunung api. Daerah konvergen ini dicirikan dengan adanya aktivitas seismik yang cukup tinggi, bahkan kebanyakan gelombang tsunami tak jarang terjadi akibat hal tersebut. Contoh tipe konvergensi lempeng benua—lempeng samudera terdapat di daerah zona penyusupan di sepanjang Pantai barat Sumatera dan di sepanjang Pantai Selatan Jawa.
3. Pertemuan antara lempeng benua dengan lempeng benua.
Model Zona Batas Konvergen (Benua - Benua). Sumber: Handout Tektonik Lempeng, Salahuddin Husein (2012)
  Batas Konvergen (Benua – Benua)
Peristiwa konvergensi ini mengakibatkan terjadinya lipatan yang semakin lama areanya semakin luas dan semakin tinggi, sebagai contoh adalah pembentukan pegunungan Himalaya dan daerah dataran tinggi Tibet.

Ciri-ciri morfologi zona konvergen:
  • Jika salah satu lempeng menunjam ke dalam mantel, dapat kita lihat bahwa di permukaan bumi tersebut, terdapat kenampakan batas penunjaman antara kedua lempeng, dimana satu lapisan lempeng terlihat masuk ke dalam lapisan lempeng lain. Batas antara kedua lempeng ini disebut
  • Terdapat bentang alam berupa busur pegunungan. Pegunungan tersebut akan memanjang sesuai dengan jalur trench. Tipikal gunung biasanya berwujud tinggi. Dapat dimungkinkan juga terjadi gunungapi, apabila pergerakan lempeng saat menunjam dapat menyebabkan batuan sekitar menjadi leleh dan berwujud magma, lalu magma mencapai permukaan bumi.
  • Jika terbentuk di laut, bisa memicu terjadinya busur kepulauan gunungapi.
  • Jika terbentuk di zona konvergensi samudera-benua, akan memicu busur gunungapi tepi kerak benua.
  • Jika terbentuk di pertemuan lempeng benua, akan membentuk wilayah pegunungan (mountain range) yang cukup tinggi.
  1. Zona Batas Transform
    Model Zona Batas Transform. Sumber: Handout Tektonik Lempeng, Salahuddin Husein (2012)
    Model Zona Batas Transform.

Tipe pertemuan antara dua lempeng tektonik yang bergerak secara horisontal dan berlawanan arahnya. Tidak seperti pola struktur yang terbentuk dalam zona konvergen, pada tipe zona transform tidak ada pembentukan lapisan astenosfer baru atau terjadinya penunjaman yang dilakukan oleh salah satu lempeng terhadap lainnya. Tipe pergerakan transform bisa terjadi, baik di antara lempeng samudera, maupun di antara lempeng benua. Sebagai contoh adalah pergerakan transform yang terjadi pada dua buah lempeng benua di California,mengakibatkan terjadinya Patahan San Andreas.
 Patahan San Andreas, Los Angeles, Amerika Serikat.
Sumber: www.geologiundip.blogspot.com
Ciri-ciri morfologi zona transform:
  • Pergerakan lempeng yang saling berlawanan arah akan membentuk struktur geologi yang berbentuk seperti patahan/sesar secara horizontal.
 DAMPAK DARI PERGERAKAN LEMPENG TEKTONIK 
Setengah abad lalu, para ahli geologi dan geofisik membuktikan bahwa lapisan kerak Bumi atau litosfir terdiri dari puluhan lempengan besar dan kecil yang mengambang pada cairan magma. Lapisan kerak Bumi yang ketebalannya rata-rata 100 kilometer itu bergerak saling menjauh, atau saling mendekat dan tidak jarang bertabrakan. Apa yang terjadi jika dua atau lebih lempeng tektonik bertumbukan ?. Dalam waktu singkat memang sulit melihat dampaknya. Karena lempeng tektonik itu bergerak dalam kecepatan amat lambat, yakin hanya beberapa sentimeter setahunnya. Para ahli geologi dari pusat penelitian Geomar di Universitas Kiel Jerman, yang meneliti tumbukan lempeng Cocos dan lempeng Karibia di Costa Rica melaporkan beberapa bukti baru. Dengan metode pengukuran geofisik, untuk pertama kalinya dibuktikan, bahwa lempengen tektonik ketika menumbuk lempeng kontinen, mengikis material dari lapisan bawah lempeng kontinen. Lempeng tektonik Cocos yang berat jenisnya lebih kecil dari lempeng kontinen Karibia, menyusup miring ke bawah lempeng kontinen. Tumbukan ini disebut subduksi. Dampak timbal balik dari subduksi pada kedalaman lebih dari 100 kilometer itu, terlihat sepanjang puluhan kilometer di atas permukaan. 

Yakni dalam bentuk rangkaian pegunungan berapi, akibat meleburnya batuan, cairan dan gas di zone subduksi tadi. Juga kawasan tumbukan semacam itu merupakan kawasan pusat kegempaan dunia. Yang lebih dramatis lagi pada zone subduksi di Costa Rica, adalah munculnya palung sedalam rata-rata 4.000 meter dan pegunungan di laut dalam. Lempeng tektonik Cocos menabrak frontal lempeng kontinen Karibia dengan kecepatan 9 sentimeter per tahun. Kapal penelitian Jerman, Sonne berhasil mengukur kontur pegunungan di laut dalam itu. Lebarnya antara 10 sampai 20 kilometer dan tinggi pegunungannya antara 1000 sampai 2500 meter. Semuanya berada di bawah permukaan laut, dan menunjukan aktifitas subduksi lempeng tektonik. Di pinggiran zone tumbukan, para ahli menemukan sedimen batuan lunak. Namun ketika tumbukan mencapai zone inti kontinen, yang terdiri dari batuan keras, tidak ditemukan kondisi dramatis seperti diperkirakan semula. Akibat tekanan amat besar di zone tumbukan itu, muncul cairan yang berfungsi seperti pelumas. Dengan demikian deformasi dan erosi batuan tidak sehebat yang diduga, karena adanya efek pelumasan tadi. Akan tetapi sedimen dari dasar lautan ditekan naik sampai ke puncak gunung di bawah laut dan pecah di sana. Juga lapisan di bawah lempeng kontinen, digerus hebat oleh subduksi lempeng Cocos tsb. Hasil erosinya tertekan ke atas permukaan membentuk sedimen batuan muda di sepanjang zone subduksi. Yang lebih menarik lagi, pengukuran menggunakan sonar di kawasan subduksi ini menemukan lensa batuan raksasa sepanjang 15 kilometer selebar 1,5 kilometer. Para ahli bertanya-tanya dari mana asal lensa raksasa ini. Banyak teori subduksi yang tidak cocok diterapkan untuk menerangkan fenomena tsb.


Lempeng Tektonik adalah setruktur dan bentuk bumi khususnya susunan batuan yang membentuk benua, pulau ataupun gunung. Pulau atau benua pada dasarnya ditopang oleh sebuah plat atau landasan yang kuat ke dasar bumi yang sebagian besar tertutup oleh lautan.

Tiap pulau atapun benua memiliki pelat atau landasan yang masing-masing berdiri sendiri atau bersamaan, dan pelat ini setiap saat bergeser sedikit demi sedikit kearah tertentu. Kalau seandainya ribuan tahun silam permukaan bumi telah digambarkan pada atlas atau peta, maka gambaran pada atlas tersebut tidaklah sama dengan keadaan permukaan bumi saat ini.

Pelat-pelat yang bergeser ini memicu timbulnya pelat baru karena keretakan dan juga dapat membentuk sungai bawah tanah dan sungai bawah laut (Palung) karena pelat yang bergeser saling menjauhi. Pergeseran pelat tersebut membentuk garis yang disebut garis tektonik, dan di Indonesia merupakan ujung dari pertemuan dua garis tektonik besar didunia.

Gempa bumi yang sering terjadi di berbagai belahan dunia lebih sering disebabkan oleh pergeseran pelat tektonik ini. Misalnya gempa yang terjadi di Samudra Hindia (gempa Aceh) tersebut berkaitan dengan deformasi mendadak antara pelat Hindia dan pelat Burma disekitar palung sunda. Dalam penyelidikan, Deformasi mendadak antara kedua pelat tersebut mengakibatkan pergeseran spontan secara vertikal sekitar 10 meter antara pelat India dengan Pelat Burma serta pergeseran secara horisontal saling menjauh sepanjang 15 meter yang terjadi pada kedalaman 1.200 km dibawah permukaan laut. Kejadian ini juga menimbulkan gempa bumi bawah laut sedalam 30 km dengan magnitudo 9 skala richter, dan menyebabkan air laut disekitar epicenter turun mendadak sehingga kemudian menimbulkan tsunami yang menyebar 360ยบ dari epicenter gempa.

Pergeseran plat tektonik (lempeng tektonik) tidak hanya dapat menimbulkan gempa bumi, akan tetapi juga pergerakan cairan panas didalam bumi yang akhirnya juga akan mempengaruhi aktivitas vulkanik di muka bumi.

Secara umum, penelitian zone subduksi di Costa Rica berhasil menghimpun data perubahan sifat material akibat penujaman dua lempeng tektonik, serta mekanisme perpindahan fluida di dalam inti Bumi. Yang lebih penting lagi adalah diperolehnya pengetahuan mengenai gerakan material di kawasan subduksi, yang mempengaruhi munculnya gempa besar. Sejak lama para ahli geofisik memang meneliti fenomena gempa hebat di kawasan Pasifik dan Laut Tengah. Mengapa di kedua kawasan itu seringkali dilepaskan energi seismik amat dahsyat. Selain itu para ahli juga hendak meneliti fenomena Tsunami. Karena tidak semua gempa hebat di zone subduksi memicu munculnya tsunami atau gelombang pasang akibat gempa. Semakin tinggi resolusi data refleksi seismiknya, ditunjang semakin tinggi kinerja komputer untuk menganalisisnya, semakin banyak rincian data yang diperoleh para ahli. Tujuan para ahli terus meneliti sifat pergerakan lempeng tektonik ini adalah untuk mengenal mekanismenya. Sasarannya adalah untuk membuat pra-kiraan terjadinya bencana alam, khususnya gempa bumi dan aktivitas gunung api. Namun penelitian ilmiah semacam itu memang tidak menarik secara ekonomis. Para peneliti geofisik pergerakan lempeng tektonik menyebutkan, peralatan standar maupun metode yang diterapkan, amat jauh ketinggalan dibanding metode dan peralatan yang digunakan industri minyak multinasional.

Sejarah Bumi Sejak Superkontinen Pangaea Hingga Saat Ini

SUPERKONTINEN/PANGEA 

Sekitar 250 juta tahun yang lalu, hanya ada superkontinen yang dinamakan Pa
ngaea. Kemudian 50 juta tahun kemudian, sekitar 200 juta tahun yang lalu, Pangaea pecah menjadi dua superkontinen, Laurasia di sebelah utara dan Gondwana di sebelah selatan.
Kemudian 135 juta tahun yang lalu, Laurasia bergerak dan pecah menjadi tiga yaitu Benua Amerika Utara, Benua Eropa dan Benua Asia. Sedangkan Gondwana pecah menjadi Benua Afrika, Benua Antarktika, Benua Australia dan Benua Amerika Selatan.
Sekitar 65 juta tahun yang lalu (saat terjadi kepunahan massal Dinosaurus), susunan dan posisi benua secara perlahan berangsur-angsur mirip seperti yang ada saat ini. Ditambah dengan berpisahnya Anak Benua India dari Antarktika dan Benua Australia bergerak relatif ke arah ekuator. Anak Benua India tersebut kemudian menabrak Benua Asia dan karena dua-duanya tidak ada yang mau mengalah, maka dua-duanya saling berlomba menjulang ke atas membentuk Pegunungan Himalaya, pegunungan tertinggi di dunia.
karena dua-duanya merupakan kerak benua. Sifatnya sama-sama rigid, sama-sama berkomposisi felsik (Si-Al) dan tentunya densitasnya relatif sama. Jadi tidak ada yang mau nyungsep ke bawah seperti proses penunjaman di Palung Jawa

Uraian sejarah terbentuknya benua di atas tidaklah menunjukkan bahwa Pangaea merupakan superkontinen tertua dalam sejarah bumi. Umur bumi sendiri sekitar 4.6 milyar tahun. Sedangkan batuan tertua berumur 3.5 milyar tahun. Tentunya ada sejarah superkontinen juga sebelum Pangaea. Hanya saja, merekonstruksi kejadian geologi pada masa yang sangat lampau, seperti Zaman Pra-Kambrium, sangatlah sulit. Data-data geologi lampau tersebut tentunya sudah tertutupi atau terganggu proses geologi yang datang kemudian. Sehingga periode sebelum Pangaea kebanyakan masih berupa hipotesa yang terbuka bagi banyak penafsiran.
Ada Superkontinen Laurussia, Laurentia dan Baltika yang berumur Kambrium. Lebih tua lagi ada Superkontinen Pannotia dan Rodinia yang berumur Pra-Kambrium. Namun untuk merekonstruksi detail semua superkontinen tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah.
Tentunya rekonstruksi detail minimal meliputi bentuk, batas-batas pinggirnya, posisi, arah pergerakannya dan umurnya. Hal seperti ini yang sulit. Dan tentunya akan banyak perdebatan mengenai detail tersebut. Rekonstruksi yang dimulai dari Pangaea pada saat ini relatif sudah diterima luas oleh masyarakat ilmiah.

Isostasi pertama kali dikenalkan oleh ahli Geologi Amerika Serikat, C.E. Dutton, dari kata Yunani yang berarti "dalam kesamaan tekanan". Secara istilah Isostasi adalah suatu kesetimbangan atau keberimbangan antara batuan-batuan berat dan ringan dalam kerak bumi. Selama belum tercapai keseimbangan maka kerak bumi akan bergerak mencari keseimbangannya.
Isostasi adalah kondisi keseimbangan gravitasi antara lapisan kerak bumi dan mantel yang mengakibatkan kerak seolah "mengapung" di atas mantel. Konsep Isostasi menjelaskan mengapa ada perbedaan ketinggian topografi bumi.
Konsep Isostasi
Efek dari gaya isostasi dapat dianalogikan seperti gunung es yang mengapung di lautan. Bila massa es ditambah ke atas, maka gunung es akan semakin tenggelam ke dalam air. Namun bila massa es dalam gunung dikurangi, maka gunung es akan semakin naik dari dalam air. Hal ini juga terjadi pada litosfer bumi yang mengapung di atas astenosfer.
Menurut konsep isostasi bahwa material kerak bumi mengapung karena kesetimbangan antara berat material dengan gaya ke atas yang dikerjakan oleh lapisan fluida. Dalam teori tektonik lempeng, lapisan luar bumi (litosfer) terdiri dari kerak bumi dan bagian padat mantel atas, sampai kedalaman kira-kira 80 km. Material di bawah litosfer yang dianggap cukup panas, sehingga mudah dibentuk ulang dan mampu mengalir, dinamakan asthenosfer.
Dari bukti seismik diketahui bahwa kerak benua (tebal 30–40 km). Enam-delapan kali lebih tebal daripada kerak oseanik (5 km). Kerak benua juga punya densitas yang lebih rendah (2,7 g/cc) dibandingkan kerak oseanik (2,9 g/cc). Akibatnya, karena prinsip isostasi, kerak benua yang lebih tebal dan lebih ringan harus duduk lebih tinggi daripada kerak oseanik yang lebih tipis dan lebih berat.
Mengenai isostasi, ada dua hipotesis yang terkenal dikalangan ahli geologi yaitu hipotesis Pratt dan hipotesis Airy.
Pratt mengatakan bahwa massa benua lebih tinggi daripada massa dasar laut, tetapi densitas batuan yang menyusun dasar laut lebih besar daripada densitas batuan di benua. Dengan kata lain adanya perbedaan ketinggian antara benua dan dasar laut adalah karena perbedaan kepadatan batuan yang menyusun kerak bumi di kedua bagian bumi tersebut. Ketinggian dikompensasikan oleh densitas batuan.
Pratt memberikan ilustrasi dengan menggunakan berbagai logam yang tidak sama berat jenisnya tetapi berat dan penampangnya dibuat sama, kemudian diapungkan di dalam air raksa. Ternyata logam yang berat jenisnya lebih besar hanya sedikit tersembul di atas permukaan air raksa, sedang logam yang berat jenisnya kecil banyak tersembul di atas permukaan air raksa.
Airy mengemukakan hipotesisnya pada tahun 1855 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa batuan yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan densitas batuan tidak terlalu besar untuk menghasilkan perbedaaan ketinggian permukaan bumi yang sedemikian besarnya. Airy memberikan ilustrasi yang mirip dengan ilustrasi Pratt, hanya menggunakan logam yang sejenis, penampangnya juga dibuat sama tetapi tebalnya tidak sama. Setelah logam dimasukkan kedalam air raksa, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas permukaan air raksa daripada logam yang tipis. Dengan demikian Airy berkesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan disebabkan oleh perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan tebal lapisan kerak bumi. Itulah sebabnya hipotesis Airy ini sering pula disebut the Roots of Mountains hypothesis of isostasi. Pendapat Airy ini lebih banyak dianut oleh para ahli geologi, namun tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah. Densitas batuan penyusun kerak bumi memang tidak sama, demikian juga tidak semua pegunungan akarnya jauh masuk kedalam bumi. Dengan demikian keduanya saling melengkapi. Leon Long memberikan penilaian 65% untuk Airy dan 35% untuk Pratt.


REFERENSI:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tektonika_lempeng
http://supriyadi-02.blogspot.co.id/2010/04/teori-tektonik-lempeng-untuk-mengetahui.html 
http://hmgi.or.id/mengenal-batas-lempeng-tektonik-dan-ciri-morfologinya/
http://kertas-kecilkita.blogspot.co.id/2012/04/dampak-pergerakan-lempengan-tektonik.html
https://yudi81.wordpress.com/2009/01/16/sejarah-bumi-sejak-superkontinen-pangaea-hingga-saat-ini/
https://id.wikipedia.org/wiki/Isostasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar